Cover Media Indonesia Minggu 10 01 2021 |
Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang terjadi pada hari Sabtu, 9 Januari 2021 sepertinya akan menimbulkan keengganan sebagian masyarakat untuk melakukan perjalanan udara beberapa minggu ke depan setelah kejadian. Hal ini tentu berdampak pada upaya pengetatan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), terutama untuk wilayah Jawa dan Bali yang akan dilakukan per tanggal 11 - 25 Januari 2021. Kebijakan tersebut diambil karena kecenderungan meningkatnya kasus Covid-19 yang menimbulkan status pandemi menjadi berkepanjangan.
Di awal tahun 2020 lalu pernah diprediksi bahwa pandemi ini dapat mulai menunjukkan trend berakhir di bulan Oktober dan benar-benar berakhir di bulan Desember. Upaya PSBB juga pernah diambil kebijakannya di bulan Maret 2020, lalu kebijakan pembatalan libur panjang lebaran di pertengahan tahun, serta terus menggencarkan protokol kesehatan dengan melaksanakan 3M (Menjaga jarak, Mencuci tangan, dan Memakai masker). Tapi di tengah perjalanannya, kebijakan pelaksanaan New Normal diambil, yang ditujukan untuk menggerakkan kembali roda perekonomian masyarakat agar tidak terpuruk.
Era New Normal sepertinya tidak begitu efektif. Sebagian masyarakat sudah kehilangan rasa takut akan adanya pandemi ini. Mereka seolah sudah terbiasa dengan kondisi yang ada. Kebiasaan baru yang seharusnya diterapkan tidak dijalankan. Yang seharusnya menjaga jarak, tidak dilakukan. Nekad bergerombol dan membuat kerumunan di acara-acara pesta dan sebangsanya. Kebiasaan cuci tangan pun mulai diabaikan. Tempat-tempat cuci tangan yang disediakan di sarana-sarana umum seolah hanya tinggal pajangan belaka, bahkan cenderung mengering, seolah tidak pernah dipakai. Apalagi penggunaan masker yang standar sesuai yang direkomendasikan pun semakin tidak dipedulikan. “Mengenakan masker” memang dilakukan, tetapi mengenakannya tidak secara benar, tidak menutupi hidung dan mulut seperti yang dianjurkan.
Kemudian adanya cuti bersama maulud Nabi Muhammad s.a.w yang dirangkai dengan libur panjang di akhir bulan Oktober 2020 juga ternyata menimbulkan dugaan kuat terkait dengan peningkatan kasus Covid-19 setelah masa tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah harus mengambil kebijakan untuk meniadakan lagi cuti bersama yang dirangkai libur panjang Natal 2020 dan tahun baru 2021. Padahal sedianya cuti panjang ini merupakan penangguhan cuti panjang lebaran yang sudah ditiadakan di pertengahan tahun 2020.
Saat ini pemerintah menyiapkan program Vaksinasi Covid-19 yang akan dilaksanakan efektif per 14 Januari 2021. Keterangan atau fatwa dari MUI mengenai status halal sudah dikeluarkan, sekarang tinggal menunggu keterangan dari BPOM terkait ijin penggunaan di masa darurat atau penerbitan EUA (Emergency usage authorization). Hal ini terutama terkait dengan rencana penggunaan vaksin Sinovac dari Tiongkok yang sempat kontroversial belakangan ini. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah juga kembali mengadakan kebijakan pengetatan PSBB di sejumlah daerah, terutama di Jawa dan Bali yang berlaku dari tanggal 11 sampai dengan 25 Januari 2021.
Semua pihak tentu mengharapkan status pandemi ini segera berakhir. Tapi tidak semua bisa bersikap konsisten, bergerak bersama mendukung kondisi pencegahan penularan penyakit. Memang tidak semua paham penyakit ini, tidak semua mengerti bagaimana cara kerja virus ini menyebar. Tapi setidaknya mari kita menggunakan mata hati untuk memahami dan kemudian menahan diri dari bermobilisasi, agar transmisi penyakit ini benar-benar terhenti.
Bagi yang mendapat pesan teks (SMS) untuk mendapat jatah vaksinasi, bergegaslah untuk segera menyambutnya. Banyak negara berebut melakukan pengadaan vaksinasi karena produksinya yang terbatas dan harus memenuhi 75 persen populasi dunia. Pemerintah kita sudah sedemikian keras berusaha dan mendapatkan pemenuhan 50 persen populasi penduduk sasaran agar vaksinasi ini efektif. Lalu negara ini juga sudah berupaya menggratiskan vaksinasi bagi rakyatnya. Kita sebagai masyarakat biasa ini tinggal berempati sedikit saja. Tinggal terima matengnya saja, rasanya tidak bijaksana kalau masih berkilah ini dan itu, untuk menolak diri divaksinasi.
Mendapatkan SMS vaksinasi berarti kan menjadi “orang terpilih” untuk menjadi “pahlawan” dalam ikut serta dalam perjuangan perang melawan Covid-19 ini? Keraguan apa lagi yang ada di benak kita? Tentu Tuhan tidak akan memberikan bencana bagi upaya-upaya baik yang dilakukan oleh pihak-pihak yang telah dengan ikhlas dan rela menjadi bagian dari ikhtiar ini.
Semoga para korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 juga menjadi para pahlawan, untuk mengingatkan kita semua agar jangan dulu bepergian. Selain pandemi juga sedang berkecamuk, kondisi cuaca di atas sana juga sedang tidak bersahabat. Mari kita berdoa untuk kebaikan bangsa dan negeri ini. Salam seksi selalu.
0 komentar:
Posting Komentar