Mungkin kamu pernah mendengar cerita heroik tentang penyelamatan korban kebakaran dan pemadaman api dahsyat yang terjadi. Pelakunya lantas mendapatkan berjuta pujian dan sanjungan. Seketika itu juga sang pelaku penyelamatan dan pemadaman api mendapatkan popularitas. Kebakaran tersebut dipicu masalah sepele, yaitu adanya orang yang merokok di dekat orang jualan bensin. Dia sempat ditegur oleh seseorang. Tapi orang yang menegur itu tidak ketahuan lagi siapa orangnya. Kalah populer sama orang yang memadamkan api tadi.
Tindakan pencegahan memang tidak pernah populer untuk dilakukan, tidak menarik. Tetapi tindakan pemadaman kebakaran bisa jadi malah disanjung-sanjung.
Orang lebih tertarik mengembangkan tekhnologi pemindaian otak daripada mengembangkan pencegahan penyakit stroke atau kanker. Orang lebih suka berdebat masalah banjir daripada memperbaiki perilaku membuang sampah sembarangan. Orang lebih menghargai upaya menangani kemacetan lalu lintas daripada perencanaan dan pembangunan infrastruktur jalan. Orang lebih memilih peran yang lebih populer dengan fokus pada sebuah akibat langsung daripada mencegah dampak buruk yang belum tampak di muka mereka.
Kita seringkali tidak pernah peduli pada penyebab suatu masalah. Nanti kalau masalah sudah berulang dan terakumulasi, barulah analisis-analisis dilakukan untuk menemukan penyebabnya. Setelah penyebab diketahui, orang pun hanya sekedar tahu saja tanpa bersedia dengan sukarela mengubah perilakunya. Lebih nyaman tanpa perubahan. Perubahan dianggap terlalu menyakitkan. Tetapi ketika melihat fenomena yang terjadi selanjutnya, seolah tanpa dosa, tanpa tahu kalau sebab-akibat itu terus berantai membentuk efek domino yang tidak pernah berakhir.
Bencana beruntun yang terjadi belakangan ini seakan juga tak pernah ada hubungannya dengan perilaku-perilaku kausal yang terakumulasi. Memang sulit dipahami, karena kita terbiasa mengkotak-kotakkan segala sesuatu. Kotak yang satu tidak terkait kotak yang lain. Hanya pemikiran yang terbiasa out of the box yang bisa memahaminya. Padahal era keterbukaan informasi di jaman internet ini mengajarkan kita bahwa kotak-kotak itu seharusnya sudah tidak ada lagi. There should be no box!
Dampak global warming yang kita rasakan saat ini sudah dibahas beberapa tahun yang lalu. Pernah ada Climate Change Conference di Bali tahun 2007, saya bahkan masih ingat walaupun saya tidak ikut dalam konferensi itu. Tetapi mana? Sudah lebih dari satu dekade, global warming tetap saja terjadi dan makin parah. Orang tidak mau berubah. Yang dilakukan malah justru menambah pendingin ruangan yang membuat makin parahnya pemanasan global. Penanaman pohon hanya sebuah tindakan seremonial saja tanpa ada tindak lanjut untuk memastikan pohon yang kita tanam itu tetap hidup.
Mencegah lebih baik daripada mengobati, hanya tinggal kata-kata. Prakteknya tiada...
Tindakan pencegahan memang tidak pernah populer untuk dilakukan, tidak menarik. Tetapi tindakan pemadaman kebakaran bisa jadi malah disanjung-sanjung.
Orang lebih tertarik mengembangkan tekhnologi pemindaian otak daripada mengembangkan pencegahan penyakit stroke atau kanker. Orang lebih suka berdebat masalah banjir daripada memperbaiki perilaku membuang sampah sembarangan. Orang lebih menghargai upaya menangani kemacetan lalu lintas daripada perencanaan dan pembangunan infrastruktur jalan. Orang lebih memilih peran yang lebih populer dengan fokus pada sebuah akibat langsung daripada mencegah dampak buruk yang belum tampak di muka mereka.
Kita seringkali tidak pernah peduli pada penyebab suatu masalah. Nanti kalau masalah sudah berulang dan terakumulasi, barulah analisis-analisis dilakukan untuk menemukan penyebabnya. Setelah penyebab diketahui, orang pun hanya sekedar tahu saja tanpa bersedia dengan sukarela mengubah perilakunya. Lebih nyaman tanpa perubahan. Perubahan dianggap terlalu menyakitkan. Tetapi ketika melihat fenomena yang terjadi selanjutnya, seolah tanpa dosa, tanpa tahu kalau sebab-akibat itu terus berantai membentuk efek domino yang tidak pernah berakhir.
Bencana beruntun yang terjadi belakangan ini seakan juga tak pernah ada hubungannya dengan perilaku-perilaku kausal yang terakumulasi. Memang sulit dipahami, karena kita terbiasa mengkotak-kotakkan segala sesuatu. Kotak yang satu tidak terkait kotak yang lain. Hanya pemikiran yang terbiasa out of the box yang bisa memahaminya. Padahal era keterbukaan informasi di jaman internet ini mengajarkan kita bahwa kotak-kotak itu seharusnya sudah tidak ada lagi. There should be no box!
Dampak global warming yang kita rasakan saat ini sudah dibahas beberapa tahun yang lalu. Pernah ada Climate Change Conference di Bali tahun 2007, saya bahkan masih ingat walaupun saya tidak ikut dalam konferensi itu. Tetapi mana? Sudah lebih dari satu dekade, global warming tetap saja terjadi dan makin parah. Orang tidak mau berubah. Yang dilakukan malah justru menambah pendingin ruangan yang membuat makin parahnya pemanasan global. Penanaman pohon hanya sebuah tindakan seremonial saja tanpa ada tindak lanjut untuk memastikan pohon yang kita tanam itu tetap hidup.
Mencegah lebih baik daripada mengobati, hanya tinggal kata-kata. Prakteknya tiada...
0 komentar:
Posting Komentar