Bayangkan kalau teman saya si A yang suka nyinyir ke si B. Suatu saat karena ada kesempatan si B bales nyinyirin si A. Lalu saya dengan tanpa dosa sekaligus nyinyirin si A dan si B yang sedang nyinyir-nyinyiran. Bukannya jadi lebih wise malah jadinya saya sama saja dengan mereka.
Jaman sekarang ini siapa sih yang bisa hidup tanpa media sosial atau medsos? Siapapun pasti punya, entah itu dia seorang pejabat sekelas Presiden, entah itu karyawan kantor, karyawan pabrik, pedagang asongan, bakul soto, tukang tambal ban, anak ingusan, sampai siluman kura-kura ninja dan hantu pun punya akun di medsos. Kini medsos bukan hanya milik perorangan, tetapi organisasi-organisasi yang eksis saat ini semuanya menggunakan medsos untuk media pemasar dan sosialisasi produk-produk yang mereka hasilkan.
Makanya sayapun termasuk yang paling duluan punya medsos, ya sekedar buat eksis juga sih. Biar tidak kehilangan teman, itu alasan utamanya. Maklum, hidup di belahan Nusantara bagian tertentu yang jauh dari asal muasal saya bisa jadi “orang hilang” kalau tidak eksis. Saya punya akun dari pertama kali buka sampai sekarang tidak pernah ganti-ganti. Walaupun banyak yang suka gonta-ganti akun dengan alasan ganti gadget, lupa password, pernah dihapus, dan sebagainya.
Dulu jaman medsos belum seramai sekarang, saya sering melempar hal-hal sembarangan. Baik itu lelucon, sindiran, maupun pendapat mengenai segala sesuatu, termasuk ungkapan perasaan di saat itu. Bisa saja hal-hal yang positif, bisa juga hal-hal yang negatif. Tampaknya sih ya aman-aman saja karena disamping teman medsos masih sedikit, juga fitur-fitur share dan reshare belum semasif sekarang. Makanya kalau saya menjenguk kembali status-status jaman dulu di Facebook, kadang suka geli sendiri. Sering juga heran kenapa dulu saya berani mengungkapkan hal-hal yang barangkali tidak penting dan bahkan kurang pantas. Dulu memang tidak banyak orang nyinyir seperti sekarang.
Jaman sekarang ini siapa sih yang bisa hidup tanpa media sosial atau medsos? Siapapun pasti punya, entah itu dia seorang pejabat sekelas Presiden, entah itu karyawan kantor, karyawan pabrik, pedagang asongan, bakul soto, tukang tambal ban, anak ingusan, sampai siluman kura-kura ninja dan hantu pun punya akun di medsos. Kini medsos bukan hanya milik perorangan, tetapi organisasi-organisasi yang eksis saat ini semuanya menggunakan medsos untuk media pemasar dan sosialisasi produk-produk yang mereka hasilkan.
Makanya sayapun termasuk yang paling duluan punya medsos, ya sekedar buat eksis juga sih. Biar tidak kehilangan teman, itu alasan utamanya. Maklum, hidup di belahan Nusantara bagian tertentu yang jauh dari asal muasal saya bisa jadi “orang hilang” kalau tidak eksis. Saya punya akun dari pertama kali buka sampai sekarang tidak pernah ganti-ganti. Walaupun banyak yang suka gonta-ganti akun dengan alasan ganti gadget, lupa password, pernah dihapus, dan sebagainya.
Dulu jaman medsos belum seramai sekarang, saya sering melempar hal-hal sembarangan. Baik itu lelucon, sindiran, maupun pendapat mengenai segala sesuatu, termasuk ungkapan perasaan di saat itu. Bisa saja hal-hal yang positif, bisa juga hal-hal yang negatif. Tampaknya sih ya aman-aman saja karena disamping teman medsos masih sedikit, juga fitur-fitur share dan reshare belum semasif sekarang. Makanya kalau saya menjenguk kembali status-status jaman dulu di Facebook, kadang suka geli sendiri. Sering juga heran kenapa dulu saya berani mengungkapkan hal-hal yang barangkali tidak penting dan bahkan kurang pantas. Dulu memang tidak banyak orang nyinyir seperti sekarang.