Gemulai sang Waktu masih mengiringi di saat terbangun dan menghadapi kenyataan bahwa sebagian dari sunyi telah terbenam dalam noda hitam.
Seperti mimpiku yang entah berawal dari mana tiba-tiba mengusik lagi kenangan yang telah pudar, seribu tahun lalu.
Terbenamnya semua kecurigaan tak berarti bahwa angan-angan harus surut ke belakang, menghindari segala kemungkinan.
Meretas misteri masa depan dan berharap akan ratusan harapan yang indah-indah dengan tidak peduli keletihan melanda kini.
Merenda kasih, dalam kegelapan tangis dan kesedihan, mencoba terharu di setiap pemulihan dan terus berkibar laksana panji kemenangan.
Tidak pernah lekang dan surut ketika semangat kebersamaan selalu dicurahkan kepada kasih, entah seberapa besar dampaknya.
Hanya mengundi nasib dengan sedikit kecerobohan, tidak peduli serangga yang berdengung siang dan malam, menyanyikan kidung pesan sang Alam.
Sebagaimana sinar, menembus dimensi ruang dan waktu, menelusuri setiap jejak masa lalu, masa kini dan masa depan, terus bergulir.
Hanya kekekalanlah yang terus hidup, walaupun letih dan lesu mengiringi, keinginan, penderitaan, dera kepedihan, juga senyum.
Maka timbunlah semua mimpi itu dengan pertunjukan-pertunjukan yang menampilkan kewajaran, seni, serta kreativitas improvisasi.
Biarlah legam noda hitam terus mengguyur tubuh beserta aroma kepedihan seberapapun menyengat, tidak boleh terlihat dan tercium oleh pelacak sekalipun.
Walaupun dalam jangkauan tertentu, sayap ini tak sanggup menggapainya, karena ketinggian langit tidak berbatas jelas.
Kepada angin yang meniup harapan itu hingga membumbung tinggi, kepada malam yang menutupi, serta kepada cinta yang selalu menyinari, seutuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar