Di sebuah negeri kerajaan nan elok permai, terdapatlah sebuah desa dimana tinggal seorang gadis yang cantik jelita. Sang Gadis hanyalah seorang anak petani yang bersahaja hidupnya. Tentunya kecantikan sang Gadis ini begitu alami, sehingga sebagai seorang bunga desa, dia sangat didambakan para pemuda di desa itu. Terlebih sang pemuda miskin yang bernama Jack Ndableque.
Nina Damaihati, begitulah nama si gadis. Seperti namanya, pesona wajah yang cantik itu seolah senantiasa memancarkan cahaya penuh kedamaian. Bagi yang menatapnya, serasa dibuat teduh hatinya.
Hari-hari Jack selalu diliputi perasaan tak menentu. Dia sangat mencintai gadis itu, tapi ia tak pernah berani menyatakannya, lantaran dia menyadari bahwa dia tak memiliki apapun untuk dipersembahkan buat sang pujaan hatinya itu. Walaupun sama-sama hidup bersahaja, hati Jack selalu merasa bahwa gadisnya itu lebih layak hidup bersama pemuda yang lain. Tentu saja dia berharap Nina akan mendapatkan jodoh seorang pemuda yang lebih baik darinya, bukan pemuda-pemuda yang suka keluyuran malam dan suka mabuk-mabukan.
Namun sang Gadis sendiri sangat mendambakan dirinya bisa hidup bersama sang Pangeran di kerajaan itu. Yang pasti menurutnya hidup bersama sang Pangeran tidak akan kekurangan apapun. Tapi sebagai gadis miskin, iapun menyadari bahwa tak mungkin dia meraih harapan setinggi itu. Diapun memendam harapan itu dalam-dalam, tak perlu seorangpun tahu.
Suatu hari, ada sebuah perayaan di kerajaan. Semacam festival tahunan yang diselenggarakan oleh kerajaan. Upacara akbar itu digelar di jalan-jalan. Arak-arakan kendaraan pribadi raja berupa kereta kencana dan gajah juga ditampilkan. Termasuk pasukan perang dengan atribut khusus, juga dibariskan di jalanan. Meriah. Banyak pula dibagikan makanan dan pernak-pernik kepada rakyat yang tengah menyaksikan festival itu. Yang pasti, sang Pangeran juga akan berada disana untuk mengikuti festival.
Tak ketinggalan juga Nina dan kawan-kawannya, selalu menyempatkan diri menyaksikan festival itu. Meskipun mereka harus pergi jauh ke kota bukan untuk sekedar cuci mata. Biasanya momen ini juga dijadikan kesempatan meraup rejeki dengan berjualan. Gadis-gadis itu sangat menyukai kesempatan seperti ini. Mereka juga bisa berbelanja pakaian baru, saling berkenalan dengan pemuda-pemudi lain, menambah teman, saling berbagi dan menikmati suasana yang hanya indah setahun sekali itu.
Tapi bagi Nina, tujuannya hanya satu: melihat sang Pangeran. Sudah pasti beberapa teman perempuannya juga ada yang ingin melakukan hal serupa. Melihat pangeran setahun sekali seolah menjadi berkah ataupun kepuasan tersendiri bagi para gadis ini.
***
Hari itu cerah, sedikit berawan. Udara sore sudah tidak terlalu panas ketika festival dimulai. Iring-iringan pasukan kerajaanpun mulai keluar dari pintu gerbang kerajaan menuju jalanan kota. Pasukan berkuda, pasukan gajah, juga kereta kencana dengan berbagai bentuk dan kialauan kemewahannya yang khas milik kerajaan itu.
Sang Raja dan permaisurinya biasanya duduk di atas sebuah kereta terbuka, melambaikan tangan dan melempar senyum kepada rakyatnya. Di belakangnya menyusul kereta-kereta yang dikendarai oleh para putri dan dayang-dayang.
Di depan sang Raja, ada sepasukan penghibur, semacam badut dengan topeng beraneka rupa melakukan berbagai atraksi jalanan yang meriah. Mereka berjoget, memainkan musik, ada pula yang berguling-guling di jalanan. Ada juga yang membawa alat-alat berupa bola-bola, balon, serta benda-benda yang mengeluarkan bunyi-bunyian. Beberapa diantaranya menyemburkan api dari mulutnya.
Sang Pangeran biasanya berkuda di belakang para putri. Dia juga tidak sendiri. Beberapa pejabat kerajaan juga turut menemani sang Pangeran berkuda. Kadang para raja tamu dari kerajaan lain juga turut dalam festival itu. Kadang para pangeran dan putri dari kerajaan negri tetangga juga hadir.
Di belakang sang Pangeran, pasukan berkuda yang terdiri dari para pejabat negri lainnya. Kemudian disusul pasukan perang berkuda yang bersenjata panah digantung di belakang punggungnya. Di belakangnya lagi para prajurit yang berjalan kaki dengan bersenjatakan tombak dan perisai.
Nina dan teman-temannya tampak berdiri di pinggir jalan, melambaikan bendera-bendera kecil dan bersorak-sorai diantara kerumunan massa yang memadati pinggiran jalan. Kadang tawa mereka memecah ketika ada diantara peserta festival yang melakukan atraksi-atraksi lucu.
Saat yang ditunggu oleh Nina pun tiba. Sang Pangeran melintas dengan kuda hitamnya yang gagah. Sang Pangeranpun melambaikan tangan sambil menatap ke pinggir jalan, dimana para penonton menyambutnya dengan gembira. Dia terus menebar senyuman sambil melambaikan tangan.
Mata sang Pangeranpun tak luput menatap sekerumunan gadis-gadis belia, Nina dan kawan-kawannya itu. Saat ditatapnya Nina, seolah matanya berhenti memilah-milah wajah para gadis. Langkah kudanya pun berhenti. Diapun bergegas turun. Para pemudi di sekitar situ mulai riuh rendah, berebut untuk berjabatan tangan atau sekedar mencolek sang Pangeran.
Sepertinya ini sebuah kejadian langka. Sang Pangeran melangkah menuju Nina, mengulurkan tangan kepadanya dan menariknya dari kerumunan massa. Nina tampak tertunduk malu. Jantungnya berdegup kencang. Kejadian tak terduga itu membuatnya tak tahu harus bagaimana.
****
Begitulah awal dari kisah cinta si Nina dengan Pangeran Arno Barklenger. Singkat cerita mereka kini bertunangan dan Ninapun tinggal di istana keputrian. Jack Ndableque pun patah hati. Dia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya memendam cintanya kepada Nina. Seperti janji hatinya yang akan membiarkan Nina bahagia dengan orang lain. Apalagi dengan sang Pangeran, ia yakin si Nina akan selalu berlimpahan kebahagiaan. Tak sedikitpun rasa kecewa dia tunjukkan. Walau sempat patah hati, akhirnya dia juga ikut bahagia dengan melihat Nina bahagia.
Sebenarnya kisah cinta ini masih panjang. Pesan ceritanya belum nyampe. Judul sama endingnya aja blum nyambung.... Tapi gue sudah capek nih ngetiknya. Dilanjutnya lain kali saja ya? Sementara ini untuk kisah selanjutnya, tolong dilanjutkan sendiri-sendiri dulu. Hehehe...
(gak mutu blas ya, biarin!)
Nina Damaihati, begitulah nama si gadis. Seperti namanya, pesona wajah yang cantik itu seolah senantiasa memancarkan cahaya penuh kedamaian. Bagi yang menatapnya, serasa dibuat teduh hatinya.
Hari-hari Jack selalu diliputi perasaan tak menentu. Dia sangat mencintai gadis itu, tapi ia tak pernah berani menyatakannya, lantaran dia menyadari bahwa dia tak memiliki apapun untuk dipersembahkan buat sang pujaan hatinya itu. Walaupun sama-sama hidup bersahaja, hati Jack selalu merasa bahwa gadisnya itu lebih layak hidup bersama pemuda yang lain. Tentu saja dia berharap Nina akan mendapatkan jodoh seorang pemuda yang lebih baik darinya, bukan pemuda-pemuda yang suka keluyuran malam dan suka mabuk-mabukan.
Namun sang Gadis sendiri sangat mendambakan dirinya bisa hidup bersama sang Pangeran di kerajaan itu. Yang pasti menurutnya hidup bersama sang Pangeran tidak akan kekurangan apapun. Tapi sebagai gadis miskin, iapun menyadari bahwa tak mungkin dia meraih harapan setinggi itu. Diapun memendam harapan itu dalam-dalam, tak perlu seorangpun tahu.
Suatu hari, ada sebuah perayaan di kerajaan. Semacam festival tahunan yang diselenggarakan oleh kerajaan. Upacara akbar itu digelar di jalan-jalan. Arak-arakan kendaraan pribadi raja berupa kereta kencana dan gajah juga ditampilkan. Termasuk pasukan perang dengan atribut khusus, juga dibariskan di jalanan. Meriah. Banyak pula dibagikan makanan dan pernak-pernik kepada rakyat yang tengah menyaksikan festival itu. Yang pasti, sang Pangeran juga akan berada disana untuk mengikuti festival.
Tak ketinggalan juga Nina dan kawan-kawannya, selalu menyempatkan diri menyaksikan festival itu. Meskipun mereka harus pergi jauh ke kota bukan untuk sekedar cuci mata. Biasanya momen ini juga dijadikan kesempatan meraup rejeki dengan berjualan. Gadis-gadis itu sangat menyukai kesempatan seperti ini. Mereka juga bisa berbelanja pakaian baru, saling berkenalan dengan pemuda-pemudi lain, menambah teman, saling berbagi dan menikmati suasana yang hanya indah setahun sekali itu.
Tapi bagi Nina, tujuannya hanya satu: melihat sang Pangeran. Sudah pasti beberapa teman perempuannya juga ada yang ingin melakukan hal serupa. Melihat pangeran setahun sekali seolah menjadi berkah ataupun kepuasan tersendiri bagi para gadis ini.
***
Hari itu cerah, sedikit berawan. Udara sore sudah tidak terlalu panas ketika festival dimulai. Iring-iringan pasukan kerajaanpun mulai keluar dari pintu gerbang kerajaan menuju jalanan kota. Pasukan berkuda, pasukan gajah, juga kereta kencana dengan berbagai bentuk dan kialauan kemewahannya yang khas milik kerajaan itu.
Sang Raja dan permaisurinya biasanya duduk di atas sebuah kereta terbuka, melambaikan tangan dan melempar senyum kepada rakyatnya. Di belakangnya menyusul kereta-kereta yang dikendarai oleh para putri dan dayang-dayang.
Di depan sang Raja, ada sepasukan penghibur, semacam badut dengan topeng beraneka rupa melakukan berbagai atraksi jalanan yang meriah. Mereka berjoget, memainkan musik, ada pula yang berguling-guling di jalanan. Ada juga yang membawa alat-alat berupa bola-bola, balon, serta benda-benda yang mengeluarkan bunyi-bunyian. Beberapa diantaranya menyemburkan api dari mulutnya.
Sang Pangeran biasanya berkuda di belakang para putri. Dia juga tidak sendiri. Beberapa pejabat kerajaan juga turut menemani sang Pangeran berkuda. Kadang para raja tamu dari kerajaan lain juga turut dalam festival itu. Kadang para pangeran dan putri dari kerajaan negri tetangga juga hadir.
Di belakang sang Pangeran, pasukan berkuda yang terdiri dari para pejabat negri lainnya. Kemudian disusul pasukan perang berkuda yang bersenjata panah digantung di belakang punggungnya. Di belakangnya lagi para prajurit yang berjalan kaki dengan bersenjatakan tombak dan perisai.
Nina dan teman-temannya tampak berdiri di pinggir jalan, melambaikan bendera-bendera kecil dan bersorak-sorai diantara kerumunan massa yang memadati pinggiran jalan. Kadang tawa mereka memecah ketika ada diantara peserta festival yang melakukan atraksi-atraksi lucu.
Saat yang ditunggu oleh Nina pun tiba. Sang Pangeran melintas dengan kuda hitamnya yang gagah. Sang Pangeranpun melambaikan tangan sambil menatap ke pinggir jalan, dimana para penonton menyambutnya dengan gembira. Dia terus menebar senyuman sambil melambaikan tangan.
Mata sang Pangeranpun tak luput menatap sekerumunan gadis-gadis belia, Nina dan kawan-kawannya itu. Saat ditatapnya Nina, seolah matanya berhenti memilah-milah wajah para gadis. Langkah kudanya pun berhenti. Diapun bergegas turun. Para pemudi di sekitar situ mulai riuh rendah, berebut untuk berjabatan tangan atau sekedar mencolek sang Pangeran.
Sepertinya ini sebuah kejadian langka. Sang Pangeran melangkah menuju Nina, mengulurkan tangan kepadanya dan menariknya dari kerumunan massa. Nina tampak tertunduk malu. Jantungnya berdegup kencang. Kejadian tak terduga itu membuatnya tak tahu harus bagaimana.
****
Begitulah awal dari kisah cinta si Nina dengan Pangeran Arno Barklenger. Singkat cerita mereka kini bertunangan dan Ninapun tinggal di istana keputrian. Jack Ndableque pun patah hati. Dia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya memendam cintanya kepada Nina. Seperti janji hatinya yang akan membiarkan Nina bahagia dengan orang lain. Apalagi dengan sang Pangeran, ia yakin si Nina akan selalu berlimpahan kebahagiaan. Tak sedikitpun rasa kecewa dia tunjukkan. Walau sempat patah hati, akhirnya dia juga ikut bahagia dengan melihat Nina bahagia.
Sebenarnya kisah cinta ini masih panjang. Pesan ceritanya belum nyampe. Judul sama endingnya aja blum nyambung.... Tapi gue sudah capek nih ngetiknya. Dilanjutnya lain kali saja ya? Sementara ini untuk kisah selanjutnya, tolong dilanjutkan sendiri-sendiri dulu. Hehehe...
(gak mutu blas ya, biarin!)
1 komentar:
I am in fact grateful to the owner of this website who has shared this impressive piece of writing at here. paypal login
Posting Komentar