Jakarta banjir lagi!? Itu sih biasa! Nggak ada istimewanya. Baru bisa dikatakan istimewa kalau Jakarta tidak kebanjiran saat musim hujan melanda.
Namun rupanya banjir kali ini agak spesial, rupanya. Akhirnya ada istimewanya juga! Mungkin karena ada kaitannya dengan kepempinan Jokowi, Gubernur DKI. Dari dulu memang mantan Walikota Solo itu makin banyak diperhatikan orang. Saya pribadi juga tidak bisa melepaskan diri dari membanjirnya pemberitaan media, baik tentang Jokowi maupun tentang kondisi Jakarta saat ini.
Sebagai cah Solo yang bermukim di Gorontalo, sayapun dulunya jarang mengetahui sepak terjang Jokowi di Solo, termasuk Solonya sendiri. Orang tua dan saudara-saudara saya memang masih banyak yang tinggal di Solo dan sekitarnya, tapi kalau saya menghubungi mereka, hanya sebatas bercerita tentang hubungan kekerabatan kami, tanpa menyinggung soal kota Solo, apalagi Jokowi.
Tapi semenjak kabar pencalonan Jokowi menjadi Gubernur DKI sampai sekarang dia menjabat Gubernur, seolah berita tentangnya mengalir begitu saja ke ruang pribadi saya. Terutama melalui berbagai sumber pemberitaan elektronik di Internet, baik Facebook, Twitter, BBM, maupun rilis-rilis dari situs pemberitaan. Seakan tidak pernah berhenti media memberitakan Jokowi dengan Jakartanya.
Baru-baru ini, Jakarta dilanda banjir lagi. Tapi kabarnya banjir kali ini sampai ke istana negara. Konon kabarnya, ini akibat dibukanya sebuah pintu air yang menahan aliran ke dalam kota. Selama ini tidak pernah ada yang berani membuka pintu air itu. Hanya Gubernurlah yang berwenang memberi perintah membuka pintu air itu. Selama ini pula, tidak ada Gubernur yang berani memerintahkan dibukanya pintu air itu karena akan melumpuhkan Jakarta seisinya. Tapi justru itulah yang dilakukan Jokowi beberapa waktu lalu: membuka pintu air!
Langkah berani itu dilakukan dengan pertimbangan bahwa jika pintu air tidak dibuka, maka di daerah hulu air akan naik empat sampai lima meter. Pengorbanan rakyat di daerah hulu akan sangat besar. Tidak berimbang dengan kondisi para pejabat, termasuk Presiden dengan istana negaranya. Dengan dibukanya pintu air itu, maka airpun meluap ke pusat kota dan penderitaanpun dipikul bersama-sama.
Salut! Salut dengan keberanian sang Pimpinan. Mari kita jalani ini semua dengan ikhlas. Bagaimanapun juga semua ini terjadi juga karena ulah dan kebiasaan kita. Betapapun kita sudah sangat memahami berbagai penyebab banjir, seperti membuang sampah di sungai, menebang pepohonan di hutan, menutup daerah resapan air dengan beton-beton, namun masih saja semua itu kita lakukan demi alasan lain tanpa menghiraukan dampak buruk yang akan terjadi kemudian hari.
Saya yakin, nasihat-nasihat semacam itu sudah cukup keluar-masuk telinga kita. Namun karena kita tidak pernah peduli, ya sesekali mari kita rasakan "jeweran" ini dengan lapang dada dan senang hati. Kalau sudah begini jangan sering-sering bertanya, ini salah siapa, ini dosa siapa. Tanyakan saja sama rumput yangbergoyang kini tengah tenggelam ditelan air bah itu.
Pada akhirnya, malam ini marilah sama-sama kita dengarkan kembali alunan lagu Ebiet G. Ade yang biasa hadir melatarbelakangi berbagai pemberitaan di televisi. Jangan pernah bosan! Jangan pernah jemu! Walaupun lagu-lagu itu sebenarnya sudah teramat usang untuk diputar lagi. Bahkan sayapun pernah enggan mendengarnya.
Buat warga Jakarta, tenang bro! Kita harus terbiasa dengan semua ini. Kecuali kita mau berubah. Berubah memang susah, tapi harus dilakukan. Jangan bilang kalau saya nggak empati lho! Banjir seperti ini bukan hanya makan korban berupa harta saja, bahkan sudah ada korban jiwa terjebak di lantai dasar gedung segala! Saya tahu ini masalah memang pelik. Tapi marilah coba kita mulai perubahan ini pelan-pelan.
Saya juga pernah mengalami banjir, lho! Terakhir kali kebanjiran ketika baru pertama tinggal di Gorontalo. Di bawah ini bahkan ada videonya. Tapi maaf, saya dikala itu sedang enggan mendengar lagunya Ebiet. Lagu yang lain saja: November Rain, dari Guns N' Roses. Check it out!
Namun rupanya banjir kali ini agak spesial, rupanya. Akhirnya ada istimewanya juga! Mungkin karena ada kaitannya dengan kepempinan Jokowi, Gubernur DKI. Dari dulu memang mantan Walikota Solo itu makin banyak diperhatikan orang. Saya pribadi juga tidak bisa melepaskan diri dari membanjirnya pemberitaan media, baik tentang Jokowi maupun tentang kondisi Jakarta saat ini.
Sebagai cah Solo yang bermukim di Gorontalo, sayapun dulunya jarang mengetahui sepak terjang Jokowi di Solo, termasuk Solonya sendiri. Orang tua dan saudara-saudara saya memang masih banyak yang tinggal di Solo dan sekitarnya, tapi kalau saya menghubungi mereka, hanya sebatas bercerita tentang hubungan kekerabatan kami, tanpa menyinggung soal kota Solo, apalagi Jokowi.
Tapi semenjak kabar pencalonan Jokowi menjadi Gubernur DKI sampai sekarang dia menjabat Gubernur, seolah berita tentangnya mengalir begitu saja ke ruang pribadi saya. Terutama melalui berbagai sumber pemberitaan elektronik di Internet, baik Facebook, Twitter, BBM, maupun rilis-rilis dari situs pemberitaan. Seakan tidak pernah berhenti media memberitakan Jokowi dengan Jakartanya.
Baru-baru ini, Jakarta dilanda banjir lagi. Tapi kabarnya banjir kali ini sampai ke istana negara. Konon kabarnya, ini akibat dibukanya sebuah pintu air yang menahan aliran ke dalam kota. Selama ini tidak pernah ada yang berani membuka pintu air itu. Hanya Gubernurlah yang berwenang memberi perintah membuka pintu air itu. Selama ini pula, tidak ada Gubernur yang berani memerintahkan dibukanya pintu air itu karena akan melumpuhkan Jakarta seisinya. Tapi justru itulah yang dilakukan Jokowi beberapa waktu lalu: membuka pintu air!
Langkah berani itu dilakukan dengan pertimbangan bahwa jika pintu air tidak dibuka, maka di daerah hulu air akan naik empat sampai lima meter. Pengorbanan rakyat di daerah hulu akan sangat besar. Tidak berimbang dengan kondisi para pejabat, termasuk Presiden dengan istana negaranya. Dengan dibukanya pintu air itu, maka airpun meluap ke pusat kota dan penderitaanpun dipikul bersama-sama.
Salut! Salut dengan keberanian sang Pimpinan. Mari kita jalani ini semua dengan ikhlas. Bagaimanapun juga semua ini terjadi juga karena ulah dan kebiasaan kita. Betapapun kita sudah sangat memahami berbagai penyebab banjir, seperti membuang sampah di sungai, menebang pepohonan di hutan, menutup daerah resapan air dengan beton-beton, namun masih saja semua itu kita lakukan demi alasan lain tanpa menghiraukan dampak buruk yang akan terjadi kemudian hari.
Saya yakin, nasihat-nasihat semacam itu sudah cukup keluar-masuk telinga kita. Namun karena kita tidak pernah peduli, ya sesekali mari kita rasakan "jeweran" ini dengan lapang dada dan senang hati. Kalau sudah begini jangan sering-sering bertanya, ini salah siapa, ini dosa siapa. Tanyakan saja sama rumput yang
Pada akhirnya, malam ini marilah sama-sama kita dengarkan kembali alunan lagu Ebiet G. Ade yang biasa hadir melatarbelakangi berbagai pemberitaan di televisi. Jangan pernah bosan! Jangan pernah jemu! Walaupun lagu-lagu itu sebenarnya sudah teramat usang untuk diputar lagi. Bahkan sayapun pernah enggan mendengarnya.
Buat warga Jakarta, tenang bro! Kita harus terbiasa dengan semua ini. Kecuali kita mau berubah. Berubah memang susah, tapi harus dilakukan. Jangan bilang kalau saya nggak empati lho! Banjir seperti ini bukan hanya makan korban berupa harta saja, bahkan sudah ada korban jiwa terjebak di lantai dasar gedung segala! Saya tahu ini masalah memang pelik. Tapi marilah coba kita mulai perubahan ini pelan-pelan.
Saya juga pernah mengalami banjir, lho! Terakhir kali kebanjiran ketika baru pertama tinggal di Gorontalo. Di bawah ini bahkan ada videonya. Tapi maaf, saya dikala itu sedang enggan mendengar lagunya Ebiet. Lagu yang lain saja: November Rain, dari Guns N' Roses. Check it out!
0 komentar:
Posting Komentar