Kalau tidak penting, kenapa juga dimuat? Nah, ini dia menariknya. Itulah bedanya antara orang awam dengan pemerhati ataupun expert. Whaa... jadi pemerhati kentut? Orang awam sudah barang tentu memandang kentut tidaklah terlalu penting untuk dibahas, apalagi di dalam forum pertemuan resmi, terlebih dalam perdebatan sengit!
Bagi orang awam kentut itu sesuatu yang menjijikkan, bau, dan tidak baik jika dihubungkan dengan kesopanan, norma, maupun tata krama. Pokoknya selalu berkonotasi negatif dan yang pasti: nggak penting, dah!
Lalu bagaimana seorang expert kentut menilai hal ini? Katakanlah expertnya seorang dokter, pasti tahu betul apa itu kentut. Mulai dari bagaimana terbentuknya, kandungan unsur yang membentuknya, lalu sampai dengan efek yang ditimbulkan bila seseorang tidak bisa menghasilkan kentut.
Jika anda atau keluarga anda pernah menjalani operasi (pembedahan), anda pasti pernah mengingat hal penting yang ditanyakan dokter sewaktu pasca pembedahan. "Sudah kentut belum?" itulah pertanyaannya. Sebab jika jawabannya belum, anda tidak akan diijinkan makan atau minum sampai anda kentut.
Jika Anda ingin tahu mengapa, kentut dalam hal ini menjadi indikator penting terjadinya peristaltik setelah sekian jam usus mengalami kelumpuhan temporer akibat pembiusan. Sudah barang tentu hal seperti ini tidak akan terpikir oleh orang awam. Apalagi di era demokrasi seperti sekarang ini, dimana suara yang diakui adalah suara voting dan suara terbanyak, pasti akan setuju pada pernyataan bahwa kentut itu tidak ada pentingnya sama sekali.
Lebih jauh lagi expert kentut mengatakan bahwa udara dalam kentut terdiri dari beberapa senyawa gas yang sebagian besar berupa Nitrit (NH2) atau juga disebut gas amoniak dan Nitrat (NH4) atau amonia. Keduanya berperan dalam pembentukan bau kentut yang khas. Disamping itu ada juga kandungan oksigen, karbondioksida dan sebagian kecil berupa uap air (H2O). Beberapa sumber juga menyebutkan adanya kandungan gas metan yang tersusun atas senyawa karbon. Tak heran jika beberapa kondisi menyebabkan gas kentut bisa terbakar jika didekatkan api. Penasaran? Mau kentut di atas kompor? Don't try this at home!
Seorang pemerhati, tentunya sedikit berbeda. Dia tidak harus expert, tapi cukup memahami hal ini. Dia tahu mulai dari definisi kentut, sampai macam-macam kentut dibedakan dari suara maupun baunya. Dialah orang yang sangat maklum jika mendapati orang lain harus terkentut-kentut. Tidak semua kentut bisa dikendalikan. Tidak semua kentut berbunyi nyaring. Tidak semua kentut baunya sama, bahkan ada yang tidak berbau. Pada dasarnya kentut adalah sesuatu yang sangat manusiawi untuk dilakukan.
Seorang pemerhati bahkan bisa memiliki daftar yang lengkap tentang bunyi kentut. Ada yang sampai mempelajari sifat-sifat dan nasib seseorang ditinjau dari bunyi dan bau kentutnya, maupun cara kentutnya. Benar-benar sebuah studi yang rumit dan tidak masuk akal. Kalau tidak percaya, silahkan gugling yang ini: "mengenali sifat orang dari kentutnya".
Nah, kembali ke topik bahwa pada dasarnya kentut adalah sesuatu yang sangat manusiawi untuk dilakukan. Siapapun yang namanya manusia pasti pernah kentut. Tidak peduli dia rakyat jelata, pengangguran, selebriti, pejabat, koruptor, direktur, presiden, bahkan nabi, semuanya pernah kentut.
Saya juga pernah berpengalaman mendapati pejabat kentut. Waktu itu saya harus ketemu dengan seorang sekretaris daerah (pak Sekda) untuk sebuah laporan kegiatan yang melibatkan beliau sebagai ketua forum. Seperti biasa, sebagai laporan ya harus dibubuhi tanda tangan mengetahui pak Sekda. Tidak gampang lho, mau ketemu pak Sekda ini. Kalau tidak banyak kegiatannya di luar kantor, ya tentu banyak tamunya yang mengantri untuk bertemu beliau. Itupun harus lapor dulu di sekretaris pribadi (Sespri) dan mengisi buku tamu segala. Tidak jauh beda dengan waktu kita mau ketemu dokter di tempat prakteknya, lah!
Singkat cerita, sayapun mendapat giliran dipanggil sespri untuk masuk menghadap pak Sekda di ruangan pribadinya. Sebagai sebuah ruangan seorang birokrat, seperti biasa pasti ada meja dimana yang punya ruang duduk di belakangnya, trus di depan meja ada dua kursi menghadap beliau. Pintu selalu ditutup, hanya dibuka jika ada yang mau masuk atau keluar ruangan. Ruangannya sih lumayan luas, namun saat itu hanya ada saya dan beliau disitu.
Seusai mengungkapkan maksud kedatangan saya, maka saya sodorkan laporan sambil menunjuk ke tempat dimana beliau harus membubuhkan tanda tangan disitu jika isi laporan sudah disetujui.
Beberapa saat beliau tampak mempelajari laporan yang saya buat. Sayapun menunggu dengan penuh rasa hormat, sebab beliau ini pejabat loh! Namun apa daya, sesuatu seperti menusuk tajam ke dalam lubang hidung saya hingga ke ujung saraf penciuman. Saya sadar sepenuhnya pada waktu itu memang tidak kentut Hanya ada saya dan beliau di situ, tidak ada siapapun. Lalu siapa lagi pelakunya kalau bukan... pak Sekda?!!!
Saat itulah saya tiba-tiba tersadar bahwa saya telah jatuh dalam dilema besar. Saya mau tutup hidung, takut beliau tersinggung. Tapi kalau tidak ditutup, baunya semakin menyeruak. Kalau dibiarkan bisa merangsang refleks muntah, dan ini tentunya lebih berbahaya. Akhirnya terpaksa menggunakan jurus hembusan nafas dan tahan nafas. Dihembuskan dulu biar yang sudah terlanjur masuk bisa keluar, trus tahan nafas agar yang di luar tidak dapat masuk.
Untung beliau sepertinya sadar dengan keadaan dan langsung membubuhkan tanda tangan di laporan saya. Sebab kalau tidak, sepertinya keadaan akan lebih buruk lagi. Bisa jadi saya benar-benar muntah. Masih bagus kalau beliau mau mengakui bahwa beliau barusan kentut lalu ekskyus, bisa jadi beliau justru yang menuduhku kentut. Mentang-mentang pejabat, dia merasa tersudut lalu membela diri untuk menutupi aib dengan memutar balikkan keadaan. Waaah... parah dong! Untung semua tidak terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar