disini semata
serangkaian duri yang terkubur
di sepanjang pantai
pasir panas yang terhampar
melelehkan jejak-jejak perjalanan
jauh dari biduk dan kepulauan
berarak awan
seperti gelombang pasir
hilang menelan manis
di dalam hutan
sebuah lorong bergema
burung-burung berkicau dalam mimpi
tentang tanah merah di seberang
panorama lama yang pernah kukenang
kutenggelamkan dan enyah
tidak pernah menyangka begitu sulitnya mempercayai api agar terus menyala di tengah badai, melarutkan kehangatan di setiap denyut dan ayunan langkah agar senantiasa sedemikian adanya
mengabdikan diri pada keabadian yang selalu diterkam oleh kenyataan yang mengharuskan untuk tersendat
tentu saja tidak boleh dirundung keluh manakala kegaduhan menghimpit secara simultan dari berbagai arah
walau akhirnya di sepanjang pantai hanya ada torehan-torehan di atas pasir, enyah tersiram ombak, tak berbekas
setitik bintang di ufuk sekarang tidak lagi bisa menunjukkan kemana harus berlabuh, karena haluanpun tidak jelas ke mana tujuan
aku masih disini, di pantai yang kaujanjikan untuk menemukan surga cinta yang berpacu bersama sang waktu
dari dulu aku masih di pantai ini, berharap malaikatmu akan turun mengirim salam dan mengusir kegalauan
atau bidadarimu yang halus, mulus, putih serta harum dan bersinar itu akan menjemputku untuk sekedar mengajakku menghirup teduh sayap-sayapnya yang wangi, atau sekedar mengirimi aku bunga, atau apalah...
sama saja, masih hitam juga pucuk-pucuk cemara yang rimbun menutupi gunung
masih terdampar dan terus terkapar, menjauh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar