Ingin hati memeluk gunung. Apa daya gunungnya meletus. Peribahasa itu agak diplesetkan dari aslinya yang berbunyi: Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Tentu saja beda artinya.
Peribahasa aslinya mengandung makna ketidakmampuan primer. Tangan tak sampai berarti tangan kita yang lemah, tanpa mempertimbangkan seberapa besar hambatan yang menghadang. Tapi dalam hal gunung yang meletus, berarti faktor objek yang akan dipeluk mengalami reaksi keras. Sehingga pelukan yang kita berikan terpaksa harus kita urungkan, atau kita tarik kembali.
Peribahasa aslinya mengandung makna ketidakmampuan primer. Tangan tak sampai berarti tangan kita yang lemah, tanpa mempertimbangkan seberapa besar hambatan yang menghadang. Tapi dalam hal gunung yang meletus, berarti faktor objek yang akan dipeluk mengalami reaksi keras. Sehingga pelukan yang kita berikan terpaksa harus kita urungkan, atau kita tarik kembali.
Ada banyak gunung di luar sana yang saat ini memang gemar meletus. Meletusnya nggak main-main. Bisa meletus di media massa, di kantor polisi, di LSM, di gedung DPR, bahkan di pengadilan. Letusan yang sanggup mengalahkan letusannya bom para teroris yang sekarang lagi merajalela.
Letusan gunung yang dipeluk ini bervariasi. Ada yang memang memiliki bobot letusan hingga mengguncang bumi, menciptakan gempa vulkanik berkekuatan menengah. Ada juga yang hanya seperti letusan tabung gas LPG yang bocor.
Ya, pada dasarnya hidup adalah kompromi. Life is compromize. Orang mati adalah orang yang tidak mampu berkompromi lagi untuk meneruskan hidup. Memeluk gunung bisa jadi bukan impian kita secara pribadi. Mungkin demi orang-orang yang kita cintai, kita akan melakukan itu. Demi satu tujuan untuk menegakkan komitmen bersama dalam hubungan pekerjaan juga bisa menjadi alasan kita nekad melakukan hal-hal yang berat. Dengan menepis segala macem alasan yang membuat kita malas, kita lantas mencoba melakukan sesuatu yang tampaknya berat menjadi sesuatu yang realistis untuk dilakukan.