Katanya kita ini umat yang beragama? Umat beragama itu mestinya ber-Tuhan juga 'kan? Kita menyebutnya dalam bahasa patriotik sebagai bangsa yang “berKetuhanan Yang Maha Esa”. Bahkan kita sangat murka ketika orang lain, atau sekelompok orang dari golongan lain mau menginjak-injak agama kita. Kita marah besar ketika emosi kita dipicu oleh provokator yang menyebar isu bahwa seseorang telah menistakan agama kita dan menodai harkat serta martabat kita sebagai umat yang memeluk agama tercinta ini. Hak asasi yang paling hakiki kita serasa telah diobok-obok pihak-pihak yang kemudian kita anggap sebagai musuh besar.
Tapi coba lihat apa yang telah kita lakukan terhadap Tuhan kita sendiri! Lihat saja! Tuhan yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat itu kita anggap buta begitu saja, dengan seenaknya kita melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarangNya, dengan tidak berberat hati kita meninggalkan segala yang menjadi kewajiban kita terhadapNya.
Kita anggap Tuhan itu tidak lebih dari seekor cicak yang melihat kita di kamar mandi, kita tidak malu sedikitpun meski kita melihat kehadiran cicak yang jelas-jelas melotot di atas sana. Dengan santainya kita telanjang bulat untuk melakukan aktivitas paling privat itu.
Kalaupun kita melihat ada cicak di sana, kita tidak pernah berpikir bahwa dia sedang memperhatikan ketelanjangan kita di kamar mandi. Kita dengan santainya beraktivitas dakam keadaan telanjang, baik itu mandi, buang air, atau bahkan ... masturbasi?! :-P
Begitu juga kita menganggap Tuhan. Dia itu hanya angan-angan yang jauh, Dia tidak melihat kita keluyuran malam ke tempat-tempat maksiyat. Dia tidak melihat kita berzina. Dia juga tidak pernah tahu kita mencuri. Apalagi korupsi, Tuhan tidak pernah tahu semua itu!
Begitu juga kita menganggap Tuhan. Dia itu hanya angan-angan yang jauh, Dia tidak melihat kita keluyuran malam ke tempat-tempat maksiyat. Dia tidak melihat kita berzina. Dia juga tidak pernah tahu kita mencuri. Apalagi korupsi, Tuhan tidak pernah tahu semua itu!
Begitukah kita memperlakukan Tuhan kita selama ini? Kalau ada saatnya kita ditimpa kemalangan, barulah kita memanggil nama Tuhan. Menyuruhnya memperbaiki nasib, menyuruhnya ini-itu, pokoknya apa saja yang membuat kemalangan menjauh dari diri kita. Bahkan tak malu-malu menyuruhnya memberi kita umur panjang dalam keadaan sehat walafiat agar bisa korupsi dan berzina, sepasang dosa yang senantiasa setia bersama kemanapun pergi.
Bagaimana bisa seperti itu? Bagaimana alam tidak bergejolak dengan adanya aura jahat dengan kumpulan energi negatif yang menyelimutinya? Energi yang dihasilkan dari kebudayaan negatif yang berlaku di masyarakat kita?
Setelah alam bergejolak, barulah kita berteriak, “Tuhan marah! Tuhan marah! Cepat tobat! Mohon ampun!” Apa benar Tuhan sepemarah itu? Memangnya Tuhan itu siapa? Tuhan itu seperti bos kita, yang akan marah jika kita salah, trus kita minta maaf kepadaNya, dah ... selesai masalah!
Kalau aku menjadi Tuhan, aku tidak akan marah melihat manusia memperlakukan aku seperti itu. Aku sudah menciptakan alam ini jauh-jauh hari sebelum manusia. Aku sudah menciptakan mekanisme yang full automated. Ketika ketidakseimbangan terjadi, maka akan segera menuju keseimbangan baru. Aku sudah menciptakan senyawa-senyawa dengan sifat-sifatnya masing-masing. Sebagian manusia sudah tahu tentang itu, mereka banyak mempelajarinya di sekolah-sekolah. Banyak juga yang mendapat penghargaan dari sesamanya sehingga ia meraih gelar profesor atau doktor karena ketekunannya menggeluti ciptaanku. Sebenarnya banyak yang mereka sudah ungkap, meskipun banyak juga yang belum mereka tahu.
Kalau aku menjadi Tuhan, aku sebenarnya cukup bangga karena manusia di sepanjang sejarahnya telah memahami energi. Selama ini aku ciptakan matahari sebagai sumber energi utama, tapi rupanya manusia telah menemukan bagaimana caranya mengolah energi alternatif sebagai energi cadangan. Mereka menggunakan karbon dan logam untuk membuat baterai, energi cadangan yang diperoleh dari sifat tidak stabilnya perpaduan karbon dan logam itu, sehingga mencapai kestabilan pelan-pelan dengan cara mengalirkan listriknya ke pesawat-pesawat yang sangat berguna dalam perbaikan kualitas hidup mereka sendiri.
Bahkan mereka juga menemukan nuklir! Senyawa radioaktif yang memancarkan energi luar biasa itu dulunya sempat membuat kerusakan di muka bumi. Sekarang mereka telah memanfaatkannya untuk hal-hal yang positif.
Bahkan mereka juga menemukan nuklir! Senyawa radioaktif yang memancarkan energi luar biasa itu dulunya sempat membuat kerusakan di muka bumi. Sekarang mereka telah memanfaatkannya untuk hal-hal yang positif.
Tapi mereka lupa bahwa alam yang kuciptakan ini sebenarnya adalah sekumpulan energi yang sangat besar. Einstein telah menemukan besarnya energi terhadap massanya. Jika saja mereka tahu berapa besarnya massa alam ini, mereka akan tahu seberapa besar energi di alam ini, bisa dibayangkan nggak? Alam ini tidak hanya bumi, kalau massa bumi yang besarnya sekian itu akan berpotensi energi yang besarnya sekian dikali konstanta (kecepatan cahaya) yang dikuadratkan. Energi sebesar itu pulalah yang bisa memberi manfaat bagi manusia, sekaligus menghancurkan mereka sendiri.
Jadi kalau ada letusan gunung berapi, gempa bumi yang meluluh lantakkan kampung halaman, banjir dan tanah longsor, tsunami, itu semua hanya sebagian kecil dari perubahan energi di permukaan bumi. Permukaan saja, belum tahu berapa besar potensi energi di dalam inti bumi.
Kenapa kukatakan “kalau aku menjadi Tuhan”? Aku tidak bermaksud lancang, aku cukup bangga menjadi ciptaanNya. Sebagai manusia, kita ini menuruni sifat-sifat Tuhan yang menciptakan kita. Kita juga punya daya cipta, kita juga punya ruh suci yang memiliki fitrah kita masing-masing. Tapi manusia tetaplah manusia, bukan Tuhan. Begitupun aku.
Tapi aku sedih karena adanya budaya atau kecenderungan manusia secara massal menciptakan ketidakseimbangan alam, sehingga alam bergolak dalam mencapai keseimbangannya. Kita selalu lupa itu. Kita anggap pergolakan alam ini karena Tuhan marah! Sedikit-sedikit Tuhan marah! Mereka lupa bahwa gejolak alam ini hanyalah sekedar untuk mencapai keseimbangan baru, menyusul ketidakseimbangan yang telah diperbuat manusia secara massal.
Apalagi dengan budaya demokrasi yang ada sekarang ini, kebenaran merupakan hasil dari musyawarah orang banyak dengan suara yang terbanyak. Kadang kita terjebak dengan kesalahan massal. Perbuatan yang melanggar hukum (maupun agama) bisa dianggap benar kalau sebagian besar orang setuju untuk dianggap tidak masalah. Ya sudah! Demokrasi menjadi agama baru, bahkan Tuhan baru bagi manusia.
Korupsi dan berzina menjadi budaya baru yang sedang trendi. Budaya yang menjadi kegemaran serta kebanggaan manusia sekarang ini. Lalu Tuhan mau bikin apa lagi? Dia hanya disuruh-suruh, tak lebih dari seorang pembantu di rumah!
0 komentar:
Posting Komentar