Setengah malam telah terlelap. Sang Waktu mengajak bepergian dan sampai juga akhirnya keberadaan ini diantara retakan peradaban hidup. Peradaban dimana akumulasi dari sedimen-sedimen yang telah menjadi jenuh. Setelah retak, barulah nampak beberapa garis warna kelam dan cerah saling berlapis. Warna-warna yang melambangkan pilihan-pilihan hidup di masa yang lalu. Diantaranya darah, air mata, cinta, ketulusan, pelajaran hidup serta berbagai manifestasi yang tidak pernah terucap pada jam-jam sibuk.
Terperangah menatap kesalahan dan kegagalan yang ditunjukkan oleh warna gelap sedimen itu. Betapa banyak, seakan sadar bahwa selama ini menjalani hidup dengan cara yang tidak efektif. Seperti berinvestasi untuk sesuatu yang sia-sia. Kerja keras yang membuang-buang energi tanpa menghasilkan keindahan sedikitpun.
Para bidadari penghuni rumah seakan telah lelah menyemangati. Berbagai bentuk self improvement pun telah menghabiskan banyak dana untuk menjamu para Begawan dan para Guru. Hidup memang sulit, kadang terasa lebih sulit dari yang dibayangkan. Makanya tak heran jika banyak yang lantas meletakkan garis keseimbangan hidupnya pada ritual santai dan bermalasan.
Tapi apa daya, sebatang pohon yang ditanam di atas sedimen-sedimen itu telah terlanjur tumbuh dan akan tetap tumbuh. Tak peduli seberapa besar angin yang akan bertiup menerpa dedaunannya. Tak peduli betapa kerasnya seleksi alam yang berusaha menghempaskannya kepada ke lembah yang lebih sunyi, tanpa angin.
Seperti air, yang meresap ke dalam sedimen-sedimen melalui celah-celah kapiler, menjadikannya kuat dan bersemangat. Namun adakalanya kadar air menjadi berkurang dan bahkan hilang. Seperti air, compliance sang Jiwa kepada apa yang menjadikannya alasan untuk hidup. Dinamika dan fluktuasinya harus tetap diikuti, walaupun kadang terpaksa harus bergeser, tak bisa terlalu jauh dari jalur yang telah digariskan.
Bagaimanapun juga, sedimen itu hanyalah sejarah yang tidak pernah melumpuhkan semangat untuk menembus awan. Bahkan pada hari itu telah ditunjukkan kepada banyak orang, bahwa sebatang pohon ini sebenarnya telah memiliki pucuk yang tinggi. Bukan hanya awan, melainkan sebentuk bintang bercahaya di atas sana.
Bagaimanapun juga, sedimen itu hanyalah sejarah yang tidak pernah melumpuhkan semangat untuk menembus awan. Bahkan pada hari itu telah ditunjukkan kepada banyak orang, bahwa sebatang pohon ini sebenarnya telah memiliki pucuk yang tinggi. Bukan hanya awan, melainkan sebentuk bintang bercahaya di atas sana.
0 komentar:
Posting Komentar