Dulu aku pernah terobsesi untuk memiliki empat istri dalam hidupku. Sepintas hal ini seperti sebuah obsesi yang berlebihan. Tapi tidak kusangka obsesiku itu ternyata sudah lama terwujud. Sekarang empat istriku dapat hidup berdampingan dengan harmonis dalam sebuah kehidupan yang benar-benar aku idamkan.
Istri keempatku adalah istri yang paling aku cintai. Dialah istri yang paling cantik. Hidup bersamanya menjadikan rejeki terus mengalir. Harta benda dan kesenangan seolah berlimpah ruah dan tidak pernah menderita kekurangan sedikitpun. Tidak perlu lagi berpikir besok akan makan apa, melainkan besok makan dimana.
Istri ketigaku sangat pintar. Ia tidak hanya pandai mengatur rumah tangga, tapi juga banyak memberi inspirasi dalam pekerjaanku di kantor. Aku selalu bangga padanya. Karena dia jugalah kehidupanku di tengah-tengah masyarakat senantiasa dihormati oleh banyak orang. Mereka tidak hanya sekedar mengakui eksistensiku, melainkan sudah menganggapku lebih. Tak heran aku sering dianggap pemimpin bagi mereka. Tapi jujur, aku sering merasa khawatir kalau istriku ini akan lari ke orang lain.
Istri keduaku adalah istri yang setia. Kemanapun aku pergi, dia selalu menyertaiku. Dialah istri yang sangat pengertian. Dia juga membuatku mengerti arti pentingnya berhubungan dalam suatu interaksi sosial. Dia membuatku belajar menghormati orang lain. Tak heran jika dia juga memiliki sahabat maupun kerabat yang banyak, sehingga akupun makin dikenal banyak orang.
Istri pertamaku, aku tidak terlalu mencintainya. Dia sering mengingatkanku untuk terus taat beribadah dan memperbanyak amal kebaikan. Dia juga sering melarangku untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma maupun agama. Aku tahu dia sebenarnya sangat mencintai aku. Tapi aku malah bersikap yang sebaliknya.
Sekarang usiaku semakin beranjak tua. Aku sering sakit-sakitan. Sekarang ini saja aku sedang menderita sakit keras. Kali ini sakitku benar-benar serius. Beberapa hari lalu dokter memperkirakan usiaku tinggal hanya menghitung hari. Kurasa besok pagi sudah saatnya aku pergi. Aku akan meninggalkan istri-istriku. Sekian lama aku hidup bersama mereka, tapi besok aku akan pergi sendiri. Akankah mereka bersedia menemaniku?
Terbayang alam kubur yang sepi, dingin dan gelap. Hatiku tiba-tiba mengecil. Aku langsung memanggil keempat istriku. Merekapun berkumpul di hari terakhirku, saat aku akan menemui ajal. Aku tidak mau kehilangan mereka semua, aku ingin senantiasa bersama mereka baik dalam hidup dan matiku nanti. Aku berusaha menanyai mereka satu-satu dengan harapan mereka bersedia menemaniku pergi ke alam baru.
Istri keempatku, aku terlalu mencintaimu. Aku ingin kita selalu bersama kemanapun juga. Bersediakah kamu menemaniku besok dialam baruku? Dia menjawab bahwa dia tidak bisa ikut serta denganku. Katanya masih banyak yang harus ia lakukan setelah aku mati. Ia masih tetap ingin mengurus hidup di dunia dengan apa yang tersisa padanya. Betapa hatiku hancur seketika waktu itu. Aku ingin marah, tapi aku sudah tidak kuasa berbuat apa-apa.
Istri ketigaku, aku sering terpana dengan kepandaianmu. Maukah kau menemaniku ketika aku bertemu malaikat yang menjemputku sampai mereka mencercaku dengan pertanyaan-pertanyaan di alam kubur? Tapi telingaku seketika memerah ketika istri ketigaku itu menjawab dengan mantap, bahwa sepeninggalku nanti dia akan kawin lagi. Dia tidak mau hidup sendiri, tapi dia juga tidak mau menemaniku mati. Akupun lemas seketika, hilang harapanku untuk memperoleh teman di kematianku nanti.
Istri keduaku, aku tidak pernah meragukan kesetiaanmu. Aku menaruh harapan besar padamu untuk bisa menemaniku di alam kubur dan alam-alam selanjutnya. Aku tidak mau sendirian. Aku takut menghadapi kenyataan pedih dari kematian ini. Aku tidak tahu bagaimana nantinya kalau aku sendirian. Aku tidak biasa sendirian, kaulah yang selama ini setia menemaniku dimanapun aku butuh teman.
Apa kata istriku yang kedua? Dia bilang, dia hanya bisa menemaniku sampai di pemakaman saja. Sebagai tanda cinta dan setia, dia akan membuat prasasti diatas batu nisanku. Dia akan pilihkan kata-kata cinta termanis yang pernah kami punya. Hanya itu yang dapat ia lakukan. Selebihnya di alam kubur, dia tidak mau tahu.
Tak kusangka di akhir hayatku aku masih akan mengalami keadaan yang membuatku sedemikian stress. Aku benar-benar kehilangan harapan dan cinta yang selama ini aku punya. Di tengah kegalauan itu tiba-tiba dari sebelah kananku, istri pertamaku perlahan berkata, “Aku akan menyertaimu. Kemanapun kau pergi. Baik hidup maupun mati”. Serentak semua yang ada di situ menoleh ke arah istri pertamaku. Tak terasa air mataku berlinangan.
***
Pembaca yang budiman, kisah diatas hanyalah sebuah analogi. Karena pada dasarnya kita semua memiliki empat istri dalam hidup ini:
Istri keempat adalah harta. Kekayaan yang kita punya selama hidup tidak akan kita bawa serta nanti setelah mati. Kaya ataupun miskin hanyalah istri yang bisa menemani selama hidup saja.
Istri ketiga adalah tahta atau kedudukan. Derajad, pangkat, posisi jabatan ataupun golongan dalam pekerjaan juga tidak akan kita bawa serta sepeninggal kita nanti. Di alam kubur dan seterusnya tidak ada lagi perbedaan antara seorang presiden ataupun raja dengan rakyat jelata.
Istri kedua adalah cinta dari seluruh kerabat maupun orang-orang yang dekat dengan kita. Seberapa dekatnya mereka dengan kita, sekalipun mereka mati bersama kita -dalam waktu yang bersamaan sekalipun- mereka tetap tidak bisa menemani. Masing-masing akan mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya sendiri-sendiri.
Istri pertama adalah amalan kita. Perbuatan yang baik maupun yang buruk, itulah yang menempel pada diri kita. Kita tetap akan bersamanya, baik maupun buruk, suka atau tidak suka. Mungkin selama hidup kita tidak terlalu suka berbuat baik, konsekuensinya timbangan amal baik kita akan lebih sedikit. Sebaliknya jika kita gemar melakukan kebaikan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau dosa, maka kita boleh meyakinkan diri dan penuh rasa percaya diri menghadapi mati.
Pembaca yang budiman, mari kita mencintai istri-istri kita dengan bijaksana.
(Disesuaikan dari berbagai sumber di Internet)
2 komentar:
Hehe... lha istri pertama-ke empat kok seksi kabeh???
Hehe... namanya juga Sexy Goodliving jadi, harus bernuansa seksi donk!
Posting Komentar