Baru-baru ini aku menyadari bahwa hukum rimba ternyata masih berlaku di era modern seperti sekarang ini. Meskipun jaman sudah berganti dari jaman “kuda gigit besi” menjadi “kuda gigit roti”, jaman dimana demokrasi sudah dijadikan “agama baru” yang dianut banyak orang dengan berdasarkan suara terbanyak. Jaman dimana HAM (Hak Azasi Manusia) dijadikan “kitab suci”, ternyata hukum rimba belumlah punah. Mungkin juga karena masih berlakunya hukum rimba itulah, perlu ditegakkannya HAM.
Memang benar, yang namanya hukum memang tidak memandang warna kulit, suku, agama dan ras. Seperti hukum gravitasi, biarpun orang tidak beragama sekalipun akan tetap terpengaruh oleh yang namanya hukum gravitasi. Itulah salah satu analogi yang mungkin bisa sedikit menjelaskan apa arti dari istilah hukum yang kumaksud.
Meski jaman sudah berubah, yang namanya hukum akan tetap berlaku. Seperti halnya hukum gravitasi, hukum rimba juga demikian. Yang kuat menindas yang lemah. Yang lemah dengan segala cara melindungi diri dari tindasan penguasa. Sayangnya diriku terlambat memahaminya. Entah karena baru kali ini mengalami jadi korban jajahan sang penguasa, ataukah karena selama ini aku yang keenakan menjajah? Entahlah, saya hanya merasa perlu berbagi tentang hal ini.
Berawal dari cerita jaman imperialisme, yang dialami negara bekas jajahan sebagaimana negara kita. Jaman dimana kelompok manusia yang kuat menjajah yang lemah. Sekilas memang jaman ini telah berakhir dengan adanya jaman kemerdekaan. Meski jaman sudah merdeka, pembangunan sudah mulai digalakkan dimana-mana, tapi hukum rimba ini masih berlaku. Kesenjangan sosial masih ada, masih menimbulkan masalah juga. Mungkin jelas bagi kita melihat di kehidupan megapolitan seperti di Jakarta khususnya dan di kota-kota besar lainnya. Arus kehidupan yang deras, pertukaran uang yang cepat, kebutuhan hidup yang tinggi serta persaingan yang ketat menyebabkan kota itu berubah menjadi rimba.
Belum lagi ditambah banyaknya penduduk “liar”, pendatang-pendatang dari berbagai daerah membuat kesenjangan sosial makin nyata dan kesemuanya itu telah menciptakan rimba di kota-kota besar menjadi semakin kejam.
Sekarang ini saya berada di kota kecil. Sebuah ibukota provinsi pemekaran yang belum begitu berkembang. Penduduknya masih adem ayem. Bahkan kejahatan dan preman yang sering ditemui di kota-kota besar di Jawa, disini tidak nampak. Persaingan bisnis juga belum begitu ketat. Tapi hukum rimba tetap berlaku. Hukum rimba disini hadir dengan warna yang lain. Tetap ada atasan yang menginjak-injak bawahan. Tetap ada persaingan yang tidak sehat dengan menghadirkan adegan “senggol-senggolan” dan “gaya katak”. Gaya katak sangat populer disini: (1)kedua kaki menginjak-injak bawahan, (2)dua tangan sikut-sikutan antar teman selevel jabatan, (3)lidah menjilat atasan.
Jadi dimanapun anda berada, jangan pernah melupakan hukum ini. Kalau ada yang mutasi ke tempat yang baru, cukup sambut dengan Welcome to the Jungle!
0 komentar:
Posting Komentar