Kereta cinta masih berderak jauh ke langit merah ketika hujan badai menghadang. Kutelusuri setiap hembusan nafas, denyut nadi dan desiran di ujung-ujung pembuluh darah untuk memastikan semuanya akan tetap apa adanya. Walaupun angin serentak berteriak, hujan terus menangis, dan lamunan berpendar ke masa yang jauh. Kepada musim yang hadir senantiasa menghias mimpi.
Pegang erat tanganku. Senyumlah. Kita tidak dapat mengelak. Maka sekali lagi senyumlah meskipun badai mengamuk di dalam hati kita. Kepasrahan yang kaugenggam dan kuteguhkan dengan hamparan sejarahku. Mungkin aku akan mati. Ya, lembaran hidupku hanya sampai disini. Tapi setidaknya arwahku tidak memandang sia-sia kepada jasadku yang masih menggenggam rindu.
Kereta cinta terus berderak sampai jauh menembus badai. Langit semakin merah. Kesunyian memaksaku untuk bernyanyi, meski hanya beriringan dengan debur ombak di pantaiku. Kesunyian ini bukan tidak berarti. Kesunyian yang selalu berbisik, mengungkapkan kerinduan.
Tidak perlu bercerita tentang percintaan yang melelahkan. Hanya tentang harapan yang terus tersirami dengan mimpi-mimpi.
Kereta cinta terus berderak sampai jauh menembus kesunyian. Langit semakin merah di sebalik awan yang terus menaungi. Dia tampak resah, seperti kesunyian yang menaungi tetesan air mata.
Berhentilah menangis. Berhentilah menghitung-hitung kehampaan kosong di dalam dadamu. Dengarkanlah angin yang menghembuskan sebuah makna. Rasakanlah kehangatan yang tersisa. Jangan pernah melupakannya.
0 komentar:
Posting Komentar